BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Tanaman tebu (Saccharum
officinarum L) adalah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang
merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat tumbuh baik dan
berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah
hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl).
Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan
kepastiaanya, dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para
ahli yang memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini
berasal dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep.
Solomon dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea
berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan
India.
Memperhatikan
potensi tebu yang sedemikian tinggi tersebut, sangatlah disayangkan dan rugi
apabila kita hanya memfokuskan pada satu hasil gulanya saja, padahal kita bisa
mendapatkan banyak manfaat sebagai hasil co-product. Sebagai gambaran komposisi
rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia menurut P3GI adalah : limbah
cair 52,9%, blotong 3,5%, ampas 32,0%, tetes 4,5% dan gula 7,0% serta abu 0,1%
.
Sehingga untuk
memaksimalkan industri pengolahan berbasis tebu, pola klaster merupakan pilihan
model yang tepat untuk pengembangan industri komoditi tersebut. Dalam pola ini
seluruh stakeholder yang berkepentingan dan yang dapat mengambil manfaat dari
tebu beserta turunannya bersinergi untuk memperkuat daya saing dan memperbesar
nilai tambah sehingga mendapatkan hasil semaksimal mungkin.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu merupakan jenis tanaman perdu, yang termasuk dalam
golongan rumput-rumputan dengan nama lain Saccharum officinarum. Tanah yang
paling cocok untuk jenis tanaman perdu adalah daerah dataran yang tingginya kurang
dari 500 meter di atas permukaan laut. Serta, mempunyai curah hujan tidak
kurang dari 2000 mm per tahunnya. Lebih baik lagi kalau dipadu dengan keadaan
iklim yang bergantian antara kemarau dan penghujan. Jadi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman tebu adalah tanah yang memiliki sifat
kering-kering basah.
B.
Perbanyakan
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Untuk mengembangbiakan tanaman tebu ada dua macam
cara. yang pertama adalah cara generative, khusus untuk mencari bibit-bibit
unggul yang nantinya bisa dipakai untuk mendapatkan jenis tebu baru yang
mempunyai kadar gula lebih tinggi. Kemudian cara berikutnya ialah cara
vegetative untuk mendapatkan bibit-bibit yang kita perlukan untuk ditanam.
• Generative
• Generative
Dengan cara mengawinkan bunga tebu secara silang, dan kemudian menanam biji dari hasil
perkawinan silang tersebut. Perkawinan jenis unggul akan menghasilkan jenis
tebu baru yang unggul.
•
Vegetative
Dilakukan dengan penyetekan. Caranya dengan mengumpulkan
pucuk-pucuk pohon tebu kurang lebih 3-4 ruas, kemudian bdaun-daun yang menutupi
ruas-ruas tersebut kita hilangkan. Karena pucuk ini biasanya masih tertutup
daun dan masih agak muda, untuk menghilangkan atau mencegah adanya hama
yang nantinya menyerang, sebelum kita tanam kita harus member racun anti hama.
Untuk bibit-bibit seperti ini sering dipakai trusi yang dioles-oleskan pada
batang tebu yang akan ditanam sebagai bibit.
•
Bibit Stek Pucuk
Yang dimaksudkan dengan bibit stek pucuk ini adalah
bibit yamg kita ambil dari pucuk tebangan tebu. Panjang pucuk yang kita ambil
itu kurang lebih 3 ruas. Kemudian buang daun-daun yang menempel pada ruas-ruas
tersebut. Biasanya dari bibit-bibit macam ini akan didapat dua atau tiga
mata.
Setelah kita mendapatkan bibit-bibit yang kita perlukan,
maka cara penanamannya haruslah ditidurkan dengan sedikit menimbuninya dengan
tanah, sedangkan letak tunas harus disusun disebelah kiri dan kanan.
Sebelum kita meletakan bibit-bibit ini, kita telah siap
membuat lubang (cemplong), dan lubang-lubang ini sebelum ditanami bibit
terlebih dahulu harus diklantang/dikeringkan dengan maksud supaya tanah menjadi
masak/ndayung. Hal itu penting untuk menmghilangkan /mengurangi keasaman. Tebu
akan tumbuh dengan baik apabila tanah tidak terlalu asam atau pH nya antara 6,4
ke atas.
Bila lubang/cemplongan situ telah berumput, maka harus
dibersihkan atau disiangi. Tanah dari guludan mulai kita turunkan keddalam
lubang tanaman yang sudah kita beri sedikit air. Lubang itu dalamnya lebih
kurang 35 cm. setelah sehari semalam barulah bibit kita tanam.
•
Bibit Rayungan
Bibit rayungan adalah bibit tebu yang telah tumbuh.
Sedangkan untuk bibit-bibit yang telah tumbuh ini yang paling baik adalah
bibit-bbibit yang yang bermata 2 dan 3. Kemudian bila ada bibit yang matanya
hanya satu, maka sebaiknya di sampingnya haruslah kita tambah lagi dengan
bibit bermata 1 atau 2.
C.
Syarat
Tumbuh Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum)
Syarat Tumbuh Tebu (Saccarum
officinarum)Tebu termasuk jenis tanaman rumput yang kokoh dan kuat. Adapun
syarat-syarat tumbuh tanaman tebu adalah: Tumbuh di daerah dataran rendah yang
kering. Iklim panas yang lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC. Curah hujan kurang
dari 100 mm/tahun. Tanah tidak terlalu
masam, pH diatas 6,4. Ketinggian kurang dari 500 m dpl.
Agar tanaman tebu mengandung kadar
gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Pada waktu masih muda
tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika mulai tua memerlukan musim
kemarau yang panjang. Daerah penghasil tebu terutama di Jawa, Sumatera Selatan,
Sumatera Barat, Lampung, dan, NusaTenggara.
D.
Persiapan
Bibit Tebu (Saccharum officinarum)
Bibit yang akan ditanam
terdiri dari beberapa jenis, diantaranya bibit pucuk, bibit batang muda, bibit
rayungan dan bibit siwilan.
a.
Bibit pucuk Bibit diambil dari
bagian pucuk tebu yang akan digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas
baru) yang diambil 2-3 sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak
dibuang agar melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak
memerlukan pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak,
pertumbuhan bibit pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk
hanya dapat dilakukan jika kebun telah berporduksi.
b.
Bibit batang muda Dikenal pula
dengan nama bibit mentah / bibit krecekan. Berasal dari tanaman berumur 5-7
bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan dijadikan 3 stek. Setiap stek
terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan bibit, tanaman dipotong, daun
pembungkus batang tidak dibuang. Setiap hektar tanaman kebun bibit bagal dapat
menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.
c.
Bibit rayungan (1 atau 2 tunas).
Bibit diambil dari tanaman tebu khusus untuk pembibitan berupa stek yang tumbuh
tunasnya tetapi akar belum keluar. Bibit ini dibuat dengan cara:
·
Melepas daun-daun agar pertumbuhan mata tunas
tidak terhambat.
·
Batang tanaman tebu dipangkas 1 bulan sebelum
bibit rayungan dipakai.
·
Tanaman tebu dipupuk sebanyak 50 kg/ha Bibit ini
memerlukan banyak air dan pertumbuhannya lebih cepat daripada bibit bagal. 1
hektar tanaman kebun bibit rayungan dapat menghasilkan bibit untuk 10 hektar
areal tebu. Kelemahan bibit rayungan adalah tunas sering rusak pada waktu
pengangkutan dan tidak dapat disimpan lama seperti halnya bibit bagal.
·
Bibit siwilan. Bibit ini diambil dari
tunas-tunas baru dari tanaman yang pucuknya sudah mati. Perawatan bibit siwilan
sama dengan bibit rayungan.
·
Penentuan Komposisi Bibit secara Umum dikaitkan
dengan Tingkat Kemasakannya, Masa Tanam, Iklim, Kondisi Lahan serta Lamanya
Musim Giling.
E.
Persiapan
Lahan Pada Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum)
Persiapan lahan merupakan kegiatan untuk mempersiapkan tanah
tempat tumbuh tanaman tebu sehingga kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan
media perkembangan perakaran tanaman tebu. Kegiatan tersebut terdiri atas
beberapa jenis yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kronologis.
Pada prinsipnya, persiapan lahan untuk tanaman baru (PC) dan
tanaman bongkaran baru (RPC) adalah sama tetapi untuk PC kegiatan persiapan
lahan tidak dapat dilaksanakan secara intensif. Hal tersebut disebabkan oleh
tata letak petak kebun, topografi maupun struktur tanah pada areal yang baru
dibuka masih belum sempurna, sehingga kegiatan mesin/peralatan di lapang sering
terganggu. Pada areal tersebut masih terdapat sisa-sisa batang/perakaran yang
dapat mengganggu operasional mesin di lapang. Petak dibuat dengan ukuran 200 m
x 500 m (10 ha) yang dibatasi oleh jalan produksi dan jalan kebun.
Lahan yang bisa dikembangkan menjadi perkebunan tebu lahan
kering berupa hutan primer dan sekunder, padang rumput atau padang alang-alang,
semak belukar, lahan tegalan, sawah tadah hujan dan bekas perkebunan. Teknik
pembukaan lahan maupun perlatan yang digunakan disesuaikan untuk masing-masing
jenis lahan. Pada prinsipnya lapisan tanah bagian atas yang merupakan bagian
tersubur harus dijaga agar jangan hilang tergusur atau terkikis oleh air hujan.
Karena kelangkaan tenaga kerja, sementara waktu tanam optimal
pertanaman tebu di lahan kering adalah sempit, maka tenaga penarik untuk
pengolahan tanah yang murah dan efektif adalah dengan menggunakan traktor.
Tahap pertama pengolahan tanah menggunakan bajak untuk memotong dan membalik
tanah, dan kemudian dilanjutkan dengan garu untuk menggemburkan tanah. Setelah
tanah selesai diolah kemudian dibuat kairan (alur tanaman). Untuk mendapatkan
hasil olahan tanah yang baik yaitu cukup dalam dan gembur, tanah harus dalam
keadaan cukup air (tidak basah dan tidak terlalu kering). Berdasarkan hal ini
maka saat yang tepat untuk mengolah tanah adalah segera setelah musim hujan
selesai atau awal musim kemarau.
Adapun tahapan kegiatan pengolahan tanah secara umum adalah
sebagai berikut :
a. Pembajakan
Pembajakan atau pengolahan tanah dilaksanakan dengan 2 (dua)
tahap kegiatan, yaitu ;
Ø Pembajakan
I
Bertujuan untuk membalik tanah serta memotong sisa – sisa
kayu dan vegetasi awal yang masih tertinggal. Peralatan yang digunakan adalah
Rome Harrow 20 disc dengan diameter 31 inci yang ditarik dengan Bulldozer 155
HP. Awal kegiatan pembajakan dimulai dari sisi petak paling kiri, kedalaman
olah mencapai 25 – 30 cm dan kapasitas kerja mencapai 0,8 jam/ha sehingga untuk
satu petak kebun (±10ha) dibutuhkan waktu 8 jam kerja (mesin operasi). Pembajakan
dilakukan merata di seluruh areal dengan kedalaman diusahakan lebih dari 30 cm
dan arah bajakan menyilang terhadap barisan tanaman tebu.
Ø Pembajakan
II
Dilaksanakan sekitar tiga minggu setelah pembajakan I dengan
arah memotong tegak lurus hasil pembajakan I dan kedalaman olah minimal 25 cm.
Peralatan yang digunakan adalah Disc Plow 3 – 4 disc diameter 28 inchi dan
traktor 80 – 90 HP.
b. Penggaruan
Penggaruan bertujuan untuk menghancurkan bongkahan –
bongkahan tanah dan meratakan permukaan tanah. Penggaruan dilaksanakan merata
pada seluruh areal dengan menggunakan alat Baldan Harrow yang ditarik oleh
traktor 140 HP.
Pada areal RPC, tujuan penggaruan adalah untuk menghancurkan
bongkahan – bongkahan tanah hasil pembajakan, mencacah dan mematikan tunggul
maupun tunas tanaman tebu. Penggaruan dilakukan pada seluruh areal bajakan dan
menyilang dengan arah bajakan. Traktor yang digunakan adalah traktor 120 HP dan
alat Baldan Harrow dengan kapasitas kerja 1,15 Ha/jam.
c. Pengumpulan
Akar
Pengumpulan akar merupakan kegiatan pengumpulan sisa – sisa
kayu yang terangkat akibat pembajakan I, II dan pembuatan alur tanam,
dilaksanakan secara manual oleh tenaga kerja borongan. Akar maupun sisa – sisa
kayu dikumpulkan dan ditumpuk dengan jarak 10 – 15 meter kemudian dibersihkan dari
areal tersebut.
d. Pembuatan
Alur Tanam
Pembuatan alur tanam merupakan kegiatan untuk mempersiapkan
tempat bibit tanaman tebu. Alur tanam dibuat menggunakan Wing Ridger dengan
kedalaman lebih dari 30 cm dan jarak dari pusat ke pusat adalah 1,30 meter.
Pembuatan alur tanam dilaksanakan setelah pemancangan ajir.
Traktor berjalan mengikuti arah ajir sehingga alur tanam dapat lurus atau
melengkung mengikuti arah kontur. Arah kairan harus sedikit menyilang dengan
kemiringan tanah, memudahkan drainase petak dan memudahkan pada pelaksanaan
transportasi tebu. Pada daerah miring, arah kairan ditentukan sesuai dengan
arah kemiringan petak (kemiringan 2%), sedangkan pada lahan dengan kemiringan
lebih dari 5% dibuat teras bangku (Contour Bank). Kapasitas kerja adalah sekitar
1 ha/jam.
F.
Penanaman
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Pada saat penanaman tebu, kondisi tanah yang dikehendaki
lembab tapi tidak terlalu basah dan cuaca cerah. Untuk saat ini tanam tebu
lahan kering yang paling tepat adalah masa pancaroba yakni akhir musim kemarau
sampai awal musim hujan atau sebaliknya. Menurut Tonny Kuntohartono dkk.
(1976). Untuk daerah kering (tipe iklim C dan D Schimdt-Fergusson) saat tanam
adalah antara pertengahan Oktober-Desember, sedang pada daerah basah (tipe
iklim B) adalah awal musim kemarau.
Pada daerah dengan musim kemarau panjang (daerah kering) tebu
ditanam sebagai bibit stek mata tiga dengan jumlah 8-9 mata tunas per meter
juringan (15.000-20.000 stek per hektar) atau pada prinsipnya mengarah pada
jumlah mata tumbuh 40.000-45.000 per hektar. Stek tebu diletakkan pada dasar
juringan dengan jarak tanam 1,25-1,35 m. Pada daerah dengan musim kemarau
pendek, digunakan stek 3 mata ditanam, bersentuh ujung (end to end) atau
tumpang tindih (overlapped 20 percent) pada dasar juringan yang dangkal. Pada
keadaan yang mendesak dan kekurangan tenaga dapat dipakai tebu lonjoran dengan
5-6 mata, dipotong menjadi dua.
Untuk menghindari penyulaman yang membutuhkan biaya besar,
kebutuhan bibit yang akan ditanam adalah 11 mata tumbuh per meter juringan.
Bibit ditanam dengan posisi mata disamping dan disusun secara end to end
(nguntu walang). Cara penanaman ini bervariasi menurut kondisi lahan dan
ketersediaan bibit, perlu diketahui, pada umumnya kebutuhan air pada lahan
kering tergantung pada turunnya hujan sehingga kemungkinan tunas mati akan
besar. Oleh karena itu, dengan over lapping atau double row, tunas yang hidup
disebelahnya diharapkan dapat menggantikannya.
G.
Pemeliharaan
Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
Pemeliharaan tanaman tebu dilahan kering hampir sama macamnya
dengan tebu lahan sawah yaitu terdiri dari penyulaman, pemberian tanah,
klentek, pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan penyiangan gulma.
Pemeliharaan saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan untuk
menjaga kelancaran pengeluaran air yang berlebih.
§
Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman untuk menggantikan
bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman keprasan
agar diperoleh populasi tebu yang optimal. Pelaksanaan penyulaman untuk bibit
bagal dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam, sedangkan untuk bibit
rayungan dilakukan 2 minggu setelah tanam.
Penyulaman dilaksanakan pada baris bagal 2 – 3 mata sebanyak
dua potong dan diletakkan pada baris tanaman yang telah dilubangi sebelumnya.
Apabila penyulaman tersebut gagal, penyulaman ulang harus segera dilaksanakan.
§
Pengendalian Gulma
Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya.
Gulma – gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan
terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian.
Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia,
Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans,
Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas
Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium
dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.
Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi
pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso,
pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan
kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga
yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post
emergence (setelah tumbuh). Adapun jenis herbisida dan dosis yang digunakan
untuk penegendalian gulma
Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah
pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum
tumbuh. Dilaksanakan pada 3 – 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida
dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12
meter (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar
1,52 km/jam.
Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan
pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 – 3 daun dan tanaman tebu sudah
berkecambah. Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan
aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma
sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 – 2 kali. Post emergence diaplikasikan
secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.
Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan
menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan
tanah. Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari
setelah tanam.
Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga
kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi
tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh
gulma merambat, populasi gulma hanya spot – spot, ketersediaan tenaga kerja
yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian
gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.
Penyiangan gulma dikerjakan secara manual tiga kali yakni
pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah tebu ditanam. Penggunaan herbisida sebagai
pengganti tenaga penyiang yang mulai sulit diperoleh, adalah dengan
penyemprotan campuran-campuran herbisida emetryne + 2,4 D diuron + 2,4 D atau
atrazine + 2,4 D.
§
Pembumbunan dan penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan
batang sehingga pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Di lahan
sawah pembumbunan dilakukan tiga kali selama umur tanaman. Pelaksanaan
pembumbunan dilakukan secara manual atau dengan semi mekanis.
Di lahan kering pembumbunan sekaligus dilakukan dengan
penggemburan yang merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengendalikan gulma,
menggemburkan dan meratakan tanah, memutuskan perakaran tebu khususnya tanaman
tebu ratoon dan membantu aerasi pada daerah perakaran. Apabila drainase
tanahnya jelek pemberian tanah untuk tebu lahan kering hanya dilakukan dua kali
yaitu sebelum pemupukan kedua pada umur 1-1,5 bulan dan pada umur 2,5-3 bulan,
atau dapat dilakukan sekali pada umur 2-3 bulan.
Penggemburan pada tanaman diperlukan peralatan terutama untuk
mengendalikan gulma. Alat yang digunakan adalah Tyne Cultivator. Penggemburan
dilaksanakan pada tanaman berumur 45 hari setelah tanam (sebelum pemupukan II)
dengan kedalaman 20 cm dan hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam.
Untuk tanaman ratoon diperlukan alat yang bisa membantu
menggemburkan tanah dan mengendalikan gulma. Aplikasi dilaksanakan dua kali
dalam satu musim tanam. Alat yang digunakan untuk aplikasi pertama adalah Terra
Tyne dan yang kedua adalah Sub Tiller yang dilaksanakan setelah pemupukan II.
Dengan Terra Tyne, kedalaman olah minimal 20 cm sedangkan dengan Sub Tiller
kedalaman minimal 40 cm.
§
Klentek
Klentek adalah suatu kegiatan membuang daun tua pada tanaman
tebu yangdilakukan secara manual. Tujuan klentek adalah untuk merangsang
pertumbuhan batang, memperkeras kulit batang, mencegah tebu roboh, dan mencegah
kebakaran. Kegiatan ini umum dilakukan pada sistem reynoso di Jawa. Untuk tebu
lahan kering tidak dilakukan klentek. Untuk itu dalam salah satu seleksi
varietas dicari yang daun keringnya lepas jika terkena angin. Sebagai konsekuensinya
tebu lahan kering harus dibakar jika akan ditebang. Hal ini juga menjadi
kriteria varietas tebu lahan kering, yaitu tahan bakar.
Klentek hanya dilakukan satu kali pada akhir musim hujan atau
sekitar (2-3) bulan sebelum tebang.
§
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit pada budidaya tanaman tebu
bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya serangan hama /penyakit pada areal
perkebunan tebu. Hal ini sangat berkaitan erat dengan salah satu upaya
peningkatan produktivitas tebu. Beberapa hama yang umum menyerang antara lain:
hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F), penggerek batang tebu (Chilo
oirocilius dan Chilo sachariphagus), dan uret (Lepidieta stigma F).
Hama penggerek pucuk tebu (Triporyza vinella F) gejala;
adanya lorong gerekan pada ibu tulang daun, lorong gerekan yang lurus di bagian
tengah pucuk tanaman sampai ruas muda di bawah titik tumbuh, titik tumbuh mati,
daun muda menggulung dan mati. Setiap batang berisi satu ekor penggerek.
Pencegahan; menggunakan bibit bebas penggerek, menanam varietas tahan, menjaga
kebersihan dari tanaman glagah, pergiliran tanaman dengan padi/palawija.
Pengendalian secara biologis dilakukan dengan pelepasan Trichogama sp. Dalam
bentuk telur yang disebut pias. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan
pemberian 20 butir granular Furadan 3G/tanaman, aplikasi Furadan 3G pada tanah
25 kg/ha.
Penggerek batang tebu (Chilo supresalis dan Chilo
sachariphagus) gejala bercak – bercak putih bekas gerekan pada daun kulit luar
tidak tembus, lorong gerekan pada bagian dalam pelepah, lorong gerekan pada
ruas-ruas, titik tumbuh mati sehingga daun muda layu dan mati. Satu batang
biasanya lebih dari satu penggerek.
Untuk menghindari hama penggerek batang, harus dilakukan
upaya-upaya pencegahan dan pengendalian, dengan cara;
Pencegahan: memilih bibit yang bebas penggerek, menanam
varietas tahan, menjaga kebersihan kebun, dan pergiliran tanaman.
Pengendalian: pelepasan Trichogama sp. Sebanyak 12.000 –
40.000 ekor/ha, pelepasan Diatraephaga strintalis townsend (Lalat Jatiroto)
sebanyak 30 – 60 ekor/ha, penyemprotan Thiodan 35 EC 3 ltr/ha atau Asodrin 15
WSC 5 ltr/ha.
Jenis penggerek batang untuk tanaman tebu, diantarnya adalah
: Uret (Lepidieta stigma f) dengan gejala; tanaman layu, daun kering kemudian
mati, bagian pangkal batang terdapat luka-luka bekas digerek dan disekitar
perakaran terdapat uret. Untuk pencegahan dan pengendaliannya dengan cara;
Pencegahan: pergiliran tanaman tebu dengan padi, dan palawija. Pengendalian:
penangkapan uret dan kepik, penaburan insektisida Suscon blue 140 G 28 kg/ha.
Hama lain yang umumnya ada yaitu: kutu putih, tikus, ulat
grayak, tetapi serangannya relatif kecil sekali sehingga pengendaliannya cukup
dengan sanitasi kebun. Beberapa wilayah pabrik gula dalam pengendaliannya masih
mengutamakan dengan sanitasi lingkungan, musuh alami, dan menggunakan varietas
tahan terhadap semua hama, sedangkan penggunaan bahan kimia jarang dilakukan
karena tingkat serangannya rata – rata masih dibawah 5%.
Beberapa macam penyakit yang biasa menyerang di wilayah
pabrik gula antara lain penyakit luka api, penyakit pokah bung, penyakit
mozaik, penyakit noda kuning, tetapi yang mendapat perhatian adalah penyakit
Ratoon Stunting Desease (RSD) yang disebabkan oleh virus. Gejalanya adalah
batang tebu menjadi sedikit lebih pendek dan lebih kecil dibandingkan dengan
tanaman yang sehat, bila tanaman tebu dibelah terlihat berwarna jingga atau
merah muda pada bagian bawah buku. Pengendaliannya dapat menggunakan varietas
tahan, alat pemotong dengan deinfektan Lisol 10% atau dengan perlakuan air
panas pada bibit dengan suhu air 500 C selama 2 – 3 jam. Serangan penyakit yang
selama ini menyerang ternyata masih dibawah 5%, sehingga tindakan yang banyak
dilakukan adalah dengan sanitasi kebun dan menggunakan varietas tahan.
§
Pemupukan
Sebagaimana pada lahan sawah, pemupukan bagi tanaman tebu di
lahan kering tidak diberikan sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman dan untuk mencegah kehilangan pupuk. Dosis umum disesuaikan
dengan kondisi tanah setempat. Pedoman umum dari P3GI (1988): untuk tanaman
pertama, pupuk pertama yang terdiri dari ZA dan TSP (untuk daerah dengan musim
kemarau panjang) atau ZA+TSP+KCl (untuk daerah dengan musim kemarau pendek),
diberikan sesaat sebelum tanam, ditaburkan pada dasar juringan. Sedangkan pupuk
yang kedua terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan dengan cara
ditaburkan dalam larikan kemudian ditutup dengan pemberian tanah pertama. Pada
tanaman keprasan, pupuk pertama dan kedua diberikan dalam paliran yang letaknya
saling berlawanan, sedalam 5-10 cm dan berjarak ± 10 cm dari barisan tanaman
yang kemudian ditutup dengan tanah.
Dosis pupuk yang dianjurkan untuk tebu lahan kering tanaman
pertama (TRIT I) adalah 8 ku ZA, 2 ku SP36 dan 3 ku KCl tiap hektar dengan
aplikasi 2 kali. Pemupukan pertama dilakukan pada saat tanam sebagai pupuk
dasar dengan 1/3 dosis ZA dan seluruh SP 36 dan KCl. Pemupukan 2 dilakukan pada
saat tanaman berumur sekitar 1,5 bulan yaitu pada awal musim hujan dengan 2/3
dosis ZA.
Untuk tebu keprasan, disamping pemeliharaan sebagaimana pada
tanaman pertama, dilakukan pola pengaturan klaras dan sub-soiling. Pengaturan
klaras (off baring) di antara barisan tanaman tebu dilakukan untuk mencegah
melebarnya rumpun tebu keprasan agar penebangan dengan mesin tebang tidak
mengalami kesulitan. Sedangkan sub-soiling ditujukan untuk menggemburkan tanah
diantara barisan tanaman tebu yang biasanya mengalami pemadatan oleh roda
traktor dan trailer yang digunakan pada penebangan dan pengangkutan. Di daerah-daerah
tebu tegalan di Jawa, kedua pekerjaan tersebut tidak dilakukan.
Aplikasi pupuk dilakukan dengan mengalurkan ditepi tanaman
kemudian ditutup dengan tanah. Pengaplikasian pupuk dengan bantuan traktor
tangan sudah dikembangkan terutama untuk pembukaan dan penutupan alur sekaligus
pembumbunan. Alat yang dipakai adalah chissel plow ditarik dengan traktor
tangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonimus,
2010. Budidaya Tebu (online). http://epetani.deptan.go.id/berita/budidaya-tebu-7825. Pada Tanggal 1
November 2013.
Anonimus,
2013. Budidaya Tanaman Tebu Dan Cara
menanam tebu (Online). http://bestbudi
dayatanaman.blogspot.com/2013/01/budidaya-tebu-dan-cara-menanam-tebu.html. Pada Tanggal 1
November 2013.